Teori pokok Belajar

1.  Teori Pokok Belajar

A.  Koneksionisme
Teori koneksionisme (connectionism) adalah teori yang ditemukan dan dikembangkan oleh Edward L. Thorndike (1874/1949) berdasarkan eksperimen yang ia lakukan pada tahun 1890-an. Eksperimen Thorndike ini menggunakan hewan-hewan terutama kucing untuk mengetahi fenomena belajar.
Seekor kucing yang lapar ditempatkan di dalam sangkar berbentuk kotak berjeruji yang dilengkapi dengan peralatan, seperti pengungkit, gerendel pintu, dan tali yang menghubungkan pengungkit dengan gerendel tersebut. Peralatan ini ditata sedemikian rupa sehingga memungkinkan kucing tersebut memperoleh makanan yang tersedia di depan sangkar tadi.
Keadaan bagian di dalam sangkar yang disebut puzzle box atau peti teka-teki itu merupakan situasi stimulus yang meransang kucing untuk bereaksi. Melepaskan diri dan memperoleh makanan yang ada di muka pintu. Mula-mula kucing tersebut akan mengeong, mencakar, dan melompat. Namun gagal membuka pintu sangkar. Akhirnya, entah bagaimana, secara kebetulan kucing tersebut berhasil membuka pengungkit dan bisa mendapatkan makanan
Berdasarkan eksperimen di atas, Thorndike berkesimpulan bahwa belajar adalah hubungan antara stimulus dan respons.

B.   Pembiasaan Klasik
Teori pembiasaan klasik (classical conditioning)  ini berkembang berdasarkan hasil eksperimen yang dilakukan oleh Ivan Pavlov (1849-1936), seorang ilmuwan besar Rusia yang berhasil mendapatkan Nobel pada tahun 1909 memiliki cara sebagai berikut :
Seokor anjing yang telah dibedah sedemikian rupa, Sehingga kelenjar ludahnya berada diluar pipinya, dimasukkan kekamar yang gelap. Dikamar itu hanya ada sebuah lubang yang terletak  didepan moncongnya, tempat menyodorkan makanan atau menyorotkan cahaya pada waktu diadakan percobaan-percobaan. Pada moncongya yang sudah dibedah itu dipasang sebuah pipa (selang) yang dihubungkan dengan sebuah tabung di luar kamar. Dengan demikian dapat diketahui keluar tidaknya air liur dari moncong anjing itu pada waktu diadakan percobaan-percobaan. Alat-alat yang dipergunakan dalam percobaan-percobaan itu  ialah makanan, lampu senter untuk menyorotkan bermacam-macam warna, dan sebuah bunyi-bunyian.
Dari hasil percobaan-percobaan Pavlov mendapatkan kesimpulan bahwa gerakan-gerakan reflex itu dapat dipelajari; dapat berubah karena mendapat latihan.
C.   Teori Pendekatan Kognitif
Teori psikologi kognitif adalah bagian terpenting dari sains kognitif yang telah memberi konstribusi yang sangat berarti dalam perkembangan psikologi pendidikan. Sains kognitif merupakan himpunan disiplin yang terdiri atas psikologi kognitif, ilmu-ilmu computer, linguistic, intelegensi buatan, matematika, epistomologi, dan psikologi syaraf.
Pendekatan psikologi kognitif lebih menekan arti penting proses internal, mental manusia. Dalam pandangan para ahli kognitif, tinkah laku manusia yang tampak tak dapat diukur dan diterangkan tanpa melibatkan proses mental, seperti : motivasi, kesengajaan, keyakinan, dan sebagainya.
Dari uraian contoh-contoh diatas, semakin jelaslah bahwa perilaku belajar itu, dalam hampir semua bentuk dan manifestasinya, bukan sekedar peristiwa S-R Bond (ikatan antara stimulus dan respons) melainakan lebih banyak melibatkan proses kognitif. Hanya dalam peristiwa belajar tertertentu yang sangat terbatas ruang lingkupnya (umpamanya belajar meniru sopan santun di meja makan dan bertegur sapa), peranan ranah cipta siswa tidak menonjol.

2.  Proses Belajar
Proses adalah kata yang berasal dari bahasa Latin “processus” yang berarti “berjalan ke depan”. Kata ini mempunyai konotasi urutan langkah atau kemajuan yang mengarah pada suatu sasaran atau tujuan. Menurut Chaplin (1972), proses adalah Any changes in any object or organism, particulary a behavioral or psychological change. (Proses adalah suatu perubahan yang menyangkut tingkah laku atau kejiwaan).
Dalam psikologi belajar, proses berarti cara-cara atau langkah-langkah khusus yang dengannya beberapa perubahan ditimbulkan hingga tercapainya hasil-hasil tertentu (Reber, 1988). Jika kita perhatikan ungkapan  Any changes in any object or organism dalam definisi Chaplin di atas dan kata-kata “cara-cara atau langkah-langkah” dalam definisi Reber tadi, istilah “tahapan perubahan” dapat kita pakai sebagai padanan kata proses. Jadi, proses belajar dapat diartikan sebagai tahapan perubahan perilaku kognitif, afektif dan psikomotor yang terjadi dalam diri siswa. Perubahan tersebut bersifat positif dalam arti berorientasi ke arah yang lebih maju daripada keadaan sebelumnya.


3.  Fase-Fase dalam Proses Belajar
Menurut Jerome S.Bruner, salah seorang penentang teori S-R Bond (Barlow, 1985), dalam proses pembelajaran siswa menempuh tiga fase.
a.     Fase informasi (tahap penerimaan materi)
b.     Fase transformasi (tahap pengubahan materi)
c.     Fase evaluasi (tahap penilaian materi)
]
Menurut Wittig (1981) dalam bukunya Psychology of learning, setiap proses belajar selalu berlangsung dalam tiga tahapan yaitu:
1) acquisition (tahap perolehan/penerimaan informasi);
2) storage (tahap penyimpanan informasi);
3) retrieval (tahap mendapatkan kembali informasi)


Comments